Mencari kehalalan dalam Berbuat

Sabtu, 02 Januari 2016

Sumber Daya Insani



BAB
PEMBAHASAN

A.      Pengertian SDM dalam Islam
Sumber daya manusia merupakan kekuatan terbesar dalam pengolahan seluruh resources yang ada dimuka bumi, karena pada dasarnya seluruh ciptaan Allah yang ada dimuka bumi ini sengaja diciptakan oleh Allah untuk kemaslahatan umat manusia Hal ini sangat jelas telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran surah Al-Jatsiyah ayat 13:
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir”.
Oleh karena itu sumber daya yang ada ini harus dikelola dengan benar karena itu merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Untuk mendapatkan pengelolaan yang baik ilmu sangatlah diperlukan untuk menopang pemberdayaan dan optimalisasi manfaat sunber daya yang ada. Di dalam surah Ar-Rohman ayat ke 33, Allah telah menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu seluas-luasnya tanpa batas dalam rangka membuktikan kemahakuasaan Allah SWT.
Allah mencerminkan keadaan manusia yang ideal dalam kitabNya yaitu dengan criteria sekurang-kurangnya adalaah sebagai berikut:
  1. Segala sesuatunya harus dikerjakan dalam rangka untuk mengesakan Allah ( QS Muhammad : 19)
  2. Menganggap bahwa semuanya adalah saudara dan memiliki kedudukan yang sama meskipun berbeda suku bangsa ( QS Al-Hujurat : 13)
  3. Saling tolong menolong dan berbuat baik sehingga akan tercipta masyarakat yang harmonis ( QS Al-Maidah : 2)
  4. Berlomba-lomba dalam kebaikan ( QS Al-Baqoroh : 148)
  5. Toleransi dan bebas menjalankan ajaran agama masing-masing ( QS : Al-Kafirun : 1-6)
  6. Selalu istiqomah dalam kebaikan/ teguh pendiriannya dan tidak melampaui batas ( QS Hud : 112)
  7. Adil dan selalu memperjuangkan kebenaran ( QS An-Nisa : 58)
  8. Mengembangkan pola pikir dengan mempertimbangkan kebaikan atau keburukan tentang suatu kal tertentu/ ijtihad ( Al-Baqoroh : 219).
Jika manusia telah mampu untuk mengamalkan hal diatas tentulah sumber daya manusia dan alam akan teroptimalkan. Pengayaan kualitas SDM merupakan suatu keharusan dalam islam, sebagaimana yang telah disampailan oleh rosulullah SAW bahwa menuntut ilmu adalah wajib dari mulai lahir hingga wafat. Oleh karena itu mempelajari semua ilmu, baik umum maupun keagamaan merupakan suatu keharusan. Yang harus digaris bawahi ialah kemana ilmu itu akan digunakan.
Kalau kita menilik akar masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari, maka jelaslah kebanyakan manusia tidak mengetahi eksistensi ia ada dimuka bumi ini atau dengan kata
lain manusia hanya hidup hanya untk sekedar hidup tanpa memikirkan tentang hari kesudahan. Dengan demikian maka tatanan yang ada dalam masyarakat hanyalah berkutat pada masalah yang sifatnya pragmatis.
MSDM yang ada dalam islam adalah semua sumbar daya yang dimanfaatkan untuk ibadah kepada Allah, bukan untuk yang lainnya. Dengan adanya rasa menerima amanah dari Allah maka kemampuan yang dimiliki akan ditingkatkan dan dilakukan dalam rangka menjalankan amanah yang diemban. Sifat yang akan tercermin dari sumber daya manusia islami yang baik ialah siddiq, amanah, fatonah dan tablig. Keempat sifat ini adalah tolak ukur yang riil untuk mengukur keunggulan sumber daya manusia islami.
Semua sifat dan keadaan yang ideal tersebut tentunya tidak akan ada dengan sendirinya melainkan harus dengan usaha yang sungguh-sungguh dan kesabaran yang luar biasa, sebagaimana firmanNya dalam surah Ar-Raad ayat 11 yang artinya: “ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Kerja keras dan kerja cerdas adalah yang utama, untuk itu tidaklah heran juka dalam etos kerja tidaklah jauh beda antara etos kerja orang islam dengan etos kerja nonislam, yang membedakannya hanyalah pada ontology dan aksologinya. Bahkan semangat kerja orang nonmuslim ada yang melebihi orang islam, oleh karena itulah iman seorang muslim penting untuk dijadikan acuannya.
Pada intinya MSDM islam tetap mengacu pada pencapaian kesejahteraan yang diridhoi oleh Allah, tuhan semesta alam, bagaimanapun caranya.sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.[1]
Sumber daya insani didalam suatu perusahaan berhubungan dengan sistem formal dalam. pengelolaan kerja. Apabila perusahaan tidak mengelola dengan baik sumber daya insani yang mereka miliki maka hal tersebut akan mempengaruhi seluruh kinerja perusahaan, sehingga dapat kita katakan bahwa sumber daya insani merupakan jantung dari suatu perusahaan atau organisasi. Arti penting setiap sumber daya dapat dinilai dari beberapa kriteria utama yaitu, pertama, kemampuan untuk memberikan nilai lebih pada perusahaan, kedua, memiliki keahlian yang unik dan langka yang dapat menunjang kinerja positif perusahaan, ketiga, mempunyai keahlian yang tidak mudah ditiru oleh orang lain, keempat, dapat menggabungkan semua keahlian yang mereka miliki untuk mengerjakan tugas baru didalam perusahaan. Sehingga keempat hal tersebut dapat menunjang semua modal dasar yang dimiliki oleh manusia dimana modal dasar tersebut adalah pengetahuan, keahlian dan kemampuan manusia untuk menunjang nilai ekonomi dalam suatu perusahaan atau organisasi.
Islam memandang manusia tidak hanya hidup di dunia saja namun ada kehidupan akherat setelah kehidupan dijalani didunia, sehingga apabila memiliki nilai didalam kehidupan maka nilai tersbut haruslah dapat diterapkan pada kehidupan akherat yang abadi. Kebutuhan tertinggi manusia islam yaitu pada pencapaian suatu proses secara bertahap untuk mencapai tujuan tertinggi, ridlo Allah SWT. Pendekatan perkembangan sumber daya insani secara islami dapat dipandang dari berbagai sudut tergantung dari kebutuhan setiap individu itu sendiri, karena kebutuhan kejiwaan setiap manusia berbeda dengan yang lainnya. Apabila kebutuhan dasar jiwa manusia terpenuhi dengan baik maka akan tercapai ketentraman didalam setiap langkah kehidupannya, sehingga jika kita ingin mengembangkan potensi sumber daya insani dengan optimal lebih baik jika konsentrasi diletakkan pada pengembangan kebutuhan dasar yang disesuaikan dengan apa yang diperlukan masing-masing individunya. Pendekatan kejiwaan lebih baik dilakukan secara personil dan tidak secara masal karena kebutuhan jiwa manusia tidak sama antara satu dengan lainnya.
Penulisan pembahasan topik kali ini akan menekankan pada segi pendekatan kebutuhan kejiwaan setiap manusia sesuai dengan kebutuhan masing-masing individunya. Kebutuhan dasar manusia adalah pemenuhan semua fungsi kehidupan manusia yaitu sebagai hamba Allah (abdullah) dan hamba yang diberi kesempatan untuk memilih (khalifatullah fil ardh). Keseluruhannya juga akan dipandang dari segi kejiwaan untuk membangun budaya kerja yang baik didalam perusahaan atau organisasi. Serta membahas tentang berbagai pendekatan yang penting dilakukan untuk mewujudkan sumber daya insani islami yang baik sesuai dengan kebutuhan pada tiap kesempatannya.
B.            Manajemen Sumber Daya Manusia Islami
Pada dasarnya setiap organisasi tidak akan lepas dari keberadaan sumber daya manusia yang dapat membantu melaksanaan serangkaian aktivitas dalam membantu melaksanakan serangkaian aktivitas dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu diperlukan pula peran aktif manajer dalam memahami dan mengelola orang- orang yang ada dalam organisasi.
Pengelolaan sumber daya manusia harus dilakukan secara efektif dan effisien. Manajemen sumber daya manusia ini tidak saja mengandalkan pada fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian, namun pada implementasinya, mengandalkan pada fungsi operasional  manajemen SDM seperti rekrutmen, seleksi, penilaian prestasi, pelatihan dan pengembangan, serta praktek pemberian kompensasi.
Dari sisi pandangan agama Islam, hal ini juga tidak mengalami perbedaan. Semua Praktek manajemen sumber daya manusia semuanya dijalankan dengan sebaik- baiknya, berdasarkan apa yang sudah ada dalam Quran dan Hadist.
SDM terdiri dari daya fikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya fikir dan daya fisiknya. SDM atau manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa. Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa sejak lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya Intelegence Quotient (IQ) dan Emotion Quality (EQ).[2]
Kajian tentang sumber daya insani akan dimulai dari manusia sebagai makhluk yang sengaja diciptakan oleh Allah SWT. Manusia diciptakan dengan sebaik-baik bentuk (Al Quran Surat At Tiin(95) ayat 4).

4. sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .  
Manusia mempunyai unsur yang lebih lengkap, selain dibekali dengan nafsu juga diberikan akal untuk berpikir, sehingga ia bebas menentukan jalan mana yang akan dipilih, jalan taqwa atau jalan fujur yang diilhamkan kepadanya. Potensi lain yang ada pada manusia adalah rasio/pemikiran, kalbu/hati, ruh/jiwa dan jasmani/raga. Manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk mengabdi kepadanya, sebagaimana tercantum dalam Al Quran Surat Adz Dzariyaat (51) ayat 56.
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supayamereka mengabdi kepadaku.
Mengabdi artinya menghambakan diri kepada Allah. Penghambaan itu dilakukan dengan ibadah. Ibadah seperti kita ketahui ada ibadah mahdhah yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah dan ibadah ‘ammah atau muamalah yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan lingkungannya. Abdi dan ibadah dalam bahasa Arab berasal dari kata yang serumpun.

C.      Karakteristik  Sumber Daya Insani
Dalam kajian sumber daya insani, manusia sebagai sumber daya penggerak suatu proses produksi, harus mempunyai karakteristik atau sifat-sifat yang diilhami dari shifatul anbiyaa’ atau sifat-sifat para nabi. Sifat-sifat tersebut dapat disingkat dengan SIFAT pula, yaitu : shiddiq (benar), itqan (profesional), fathanah (cerdas), amanah (jujur/terpercaya) dan tabligh (transparan).
Profesional secara syariah artinya mengelola suatu usaha/kegiatan dengan amanah. Profesionalisme dalam Islam dijelaskan dalam Al Quran Suat Al Qashash ayat 26.
 

Dalam bisnis Islami dua faktor yang menjadi kata kunci adalah kejujuran dan keahlian. Syekh Yususf al Qardhawi dalam bukunya Musykilah al Faqr wa Kaifa ‘alaa Jahara al Islam, mengatakan al amanah/kejujuran merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang yang beriman.
Suatu motto dalam manajemen sumber daya manusia adalah menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat atau the right man on the right place. Al Quran dalam Surat Al Anfal ayat 27


27. Hai orang-orang yang beriman, janganah kamu mengkhianatiAllah da Rasuk( muhammad) dan (juga) menyebutkan tentang penempatan pegawai, bahwa seseorang tidak boleh berkhianat dalam menunaikan amanahnya padahal mereka adalah orang yang mengetahui. Demikian juga dalam Surat An Nisaa’ ayat 58,
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Allah menyatakan: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

Dalam ayat diatas menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya bermaksud memberikan amanat kepada ahlinya, yaitu orang yang benar-benar mempunyai keahlian dibidang tersebut. Demikian juga hadits Nabi juga menyebutkan tentang penempatan pegawai sebagaimana tercantum sebagai berikut:

“Barangsiapa yang bertugas mengatur urusan kaum muslimin, maka diangkatnya seseorang padahal ia masih melihat orang yang lebih mampu untuk kepentingan umat Islam dari yang diangkatnya itu, maka dengan begitu sungguh ia telah khianat kepada Allah dan Rasul-Nya”.“Apabila suatu jabatan diisi oleh yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”.
Menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya merupakan salah satu karakteristik profesionalisme Islam. Rasulullah dan para sahabat benar-benar mengimplementasikan nilai-nilai mulia ini dalam kepemimpinannya. Rasulullah memilih Mu’adz bin Jabbal menjadi gubernur di Yaman karena leadership-nya yang baik, kecerdasan dan akhlaknya. Beliau memilih Umar bin Khattab mengatur sedekah karena adil dan tegasnya, memilih Khalid bin Walid menjadi panglima karena kemahirannya berperang, dan memilih Bilal menjaga Baitulmaal karena amanah.
Buya Hamka, ketika menafsirkan ayat 247 pada Surat Al Baqarah dalam karya terbesarnya Tafsir Al Azhar menyebutkan di sini Al Quran telah meninggalkan dua pokok dasar buat memilih orang yang akan menjadi pemimpin, atau memegang puncak kekuasaan. Pertama ilmu, kedua tubuh. Ayat 247 ini menceritakan bagaimana Allah telah mengangkatkan Thalut menjadi raja Bani Israil dengan menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa, fil ‘ilmi wal jismi.
Ilmu terpenting yang dimiliki adalah dalam hal cara mempergunakan tenaga. Pemimpin tidak perlu tahu segala cabang ilmu, tetapi harus tahu memilih tenaga yang akan ditugaskan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam sejarah Islam, dapat disimak ketika khalifah Abu Bakar memilih Khalid bin Walid menjadi panglima perang, tetapi Umar bin Khattab tidak menyetujuinya. Sewaktu Umar menggantikan Abu Bakar menjadi khalifah, beliau mengganti panglima perang dengan Abu Ubaidah. Sekian masa berlalu setelah Khalid wafat, mengakulah Umar bahwa Abu Bakar lebih berilmu daripadanya dalam hal memilih orang.
Pokok dasar yang kedua adalah tubuh (jismi). Hal ini berkaitan dengan kesehatan, bentuk tampan, yang menimbulkan simpati. Oleh karena itu banyak ulama fiqh berpendapat bahwa seseorang yang cacat (invalid) jangan dijadikan pemimpin. Sebagai penutup pembahasan tentang sumber daya insani ini, perlu direnungkan kenyataan yang dialami oleh industri bisnis syariah masa kini. Industri syariah adalah salah satu industri yang sangat cepat perkembangannya di Indonesia, terutama industri perbankan syariah. Namun, pesatnya perkembangan tersebut kurang diikuti dengan ketersediaan sumber daya insani yang memadai.
Dr. Syafi’I Antonio M.Ec., seorang praktisi dan akademisi ekonomi syariah Indonesia dalam suatu kesempatan menyatakan bahwa tantangan bank syariah untuk mengejar pertumbuhan dan variasi produk adalah ketersediaan sumber daya insani yang kompeten. Kompeten dalam hal ini adalah memahami perbankan secara teknis maupun syariah. Kenyataan di lapangan yang dihadapi adalah sumber daya insani perbankan syariah mayoritas adalah para bankir profesional dengan latar belakang pendidikan umum lalu dididik mengenai sisi syariah dalam waktu singkat. Sehingga tidak sepenuhnya mendapatkan dari sisi penghayatan dan semangat, selanjutnya mereka mereka kesulitan mengembangkan produk karena memang memerlukan komptensi khusus.
D.      Pemberdayaan SDM Dalam Islam yang Berkualitas
         Setiap pekerjaan atau pembangunan memerlukan sumber daya (resources), yang berupa manusia (human resources) maupun sumber daya alam (nature resources). Kedua sumber daya tersebut sangat penting dalam pekerjaan, berhasil atau tidak bergantung dari dua kondisi sumber tersebut. Keberhasilan suatu pembangunan, apapun bentuk pengembangannya  peran human resources merupakan bagian yang sangat menentukan. Jepang sebuah negara yang pernah tidak berdaya, namun karena gigihnya dan semangat human resourcesnya
maka akhirnya menjadi negara maju yang ada di asia. Sebaliknya jika nature resources yang banyak dan tidak dimbangi dengan kemajuan sumber daya manusianya maka sumber alam tersebut tidak bisa tergali dengan maksimal.
          Jadi sumber daya manusia merupakan kebutuhan  organisasi yang tidak bisa ditinggalkan dalam menjalankan semua aspek pekerjaan, baik dalam usaha jasa maupun produksi.[3] 
Didalam menjalankan perencanaan sumber daya manusia, menurut Siagian (2001), perlu diawali dengan menginventarisasi yang menyangkut:
1.      Jumlah tenaga kerja dan kualifikasi yang ada
2.      Masa kerja masing-masing
3.      Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, baik secara formal maupun non formal.
4.      Bakat yang masih perlu dikembangkan
5.      Minat personil, yang terkait dengan kegiatan  tugas.
     Agar unit kerja memperoleh tenaga kerja yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan, titik tolak yang tidak boleh dilupakan adalah:
  1. Tujuan dan sasaran strategik yang ingin dicapai dalam satu kurun tertentu di masa depan.
  2. Tenaga kerja yang sudah berkarya dalam organisasi dilihat bukan  hanya dari segi jumlah dan tugasnya sekarang, akan tetapi juga potensi yang dimilikinya yang perlu dan dapat dikembangkan sehingga mampu melaksanakan tugas baru nanti
  3. Adanya penanganan kerja yang mencakup, identitas karyawan
  4. Adanya keunggulan personil seperti: kemampuan bekerja keras, bekerja cerdas, bekerja tuntas dan bekerja ihlas.
  5. Tidak mengenal lelah, tidak mengajukan tuntutan, tidak terlibat dalam konflik.  
Dari masing-masing personil mampu menunjukkan sikap yang mencakup:
1.      Kejujuran, dalam menjalankan semua kegiatan
2.      Transparan, keterbukaan dalam melaksanakan tanggung jawab
3.      Komitmen, memegang teguh kebijakan yang sudah disepakati bersama.
4.      Kerjasama, menjalin kebersamaan dalam menjalankan tugas atau dengan membentuk tim kerja.
5.      Disiplin, mematuhi aturan dan peraturan
6.      Tanggung jawab, semua pekerjaan bisa dipertanggung jawabkan.
Pelaksanaan dalam bekerja harus ada prestasi  yang standart , sebagai ukuran keberhasilan personal dalam lingkup kerja, paling sedikit ada enam alasan kuat antara lain:
1.      Standart prestasi kerja merupakan ukuran dalam penilaian karyawan.
2.      Standart kerja merupakan alat pengendali perilaku,
3.      Standart kerja merupakan alat koreksi dalam melaksanakan pekerjaan
4.      Standart kerja merupakan patokan prestasi minimal
5.      Standart kerja sebagai rujukan dalam melaksanakan kegiatan tugas.
6.      Standart kerja sebagai syarat kerja bagi pekerja  di unit kerja agar mendapatkan kwalifikasi  akreditai di unit kerja. [4]
Penempatan personal kerja dalam lingkup unit organisasi atau unit kerja sangat menentukan kelangsungan karyawan dalam melanjutkan kariernya , antara lain bisa memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Apakah pekerja atau personal tersebut cocok ditempatkan di tempat kerja tersebut.
2.      Apakah pekerja mampu melaksanakan tugas yang baik.
3.      Apakah pegawai tersebut mendapat simpati dari teman lainnya.
4.      Apakah pekerja tersebut mampu beradaptasi
5.      Apakah pekerja mampu menjaga keseimbangan antara keperluan pribadi dan dinas.
Pekerja atau karyawan akan bisa melakukan kerja dengan baik jika ada sarana pendukung kerja yang memadai, antara lain meliputi lingkungan kerja  dan fasilitas kerja.
Lingkungan kerja dapat menumbuhkan kegairahan kerja, semangat dan kecepatan kerja termasuk  gaji atau itensif yang diterima tiap bulan. Gaji adalah pendorong orang untuk mau bekerja dengan rajin dan fasilitas lain seperti kesehatan , tunjangan khusus dan perhatian semuanya akan bisa  mendorong mau bekerja dengan baik.[5]
Fasilitas kerja merupakan perangkat untuk bekerja  atau sumber daya peralatan kerja  meliputi peralatan kerja, bahan, dan sarana prasarana yang bisa mempengaruhi pelaksanaan kerja, dengan memperhatikan :
1.      Pengguna fasilitas kerja atau kualitas fisiknya.
2.      Intelektualnya
3.      Cara melakukan atau menggunakannya
Dalam pemanfaatan personal yang penting adalah bagaimana memberdayakan  tugas  tersebut dilingkungan  masyarakat antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.      Peningkatan pelayanan, yaitu bisa melayani masyarakat dengan baik.
2.      Akuntabilitas, dengan mengembangkan keterbukan, membuka akses masyarakat untuk berperan sebagai korektor, dilaksanakan dengan riil.
3.      Sesuai dengan peradaban yang ada di masyarakat 
Untuk memotivasi tenaga kerja staf maupun fungsional paling tidak  harus mengetahui kebutuhan psikologi pekerja  antara lain:
1.      Peluang untuk mengerjakan tugasnya
2.      Perasaan mampu melaksanakan tugas
3.      Kesempatan untuk menyelesaikan tugasnya sendiri
4.      Perasaan mendapatkan penghargaan
5.      Mendapatkan pengakuan dari sekitarnya
6.      Perasaan nyaman dan aman dalam bekerja
Selain itu pekerja merasa nyaman bekerja jika ada imbalan yang memadai dengan prestasi yang dimiliki. Menurut Gibson (1985), imbalan itu ada imbalan intrinsik yaitu yang berkaitan dengan imbalan pekerjaan itu sendiri,  misalnya:
1.      Penyelesaian pekerjaan, yaitu memberi arti dari tugas yang sudah diselesaikan dengan baik dan mendapatkan imbalan dari dampak penyelesaian pekerjaan tersebut.
2.      Pencapaian prestasi, kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang mendesak dan menantang. Seseorang yang menyenangi tugas seperti ini mendapatkan imbalan yang seimbang.
3.      Pertumbuhan pribadi, kemamuan untuk mengembangkan kemampuan  dalam setiap peluang untuk mengembangkan.
Imbalan ekstrinsik, yaitu imbalan yang berasal dari prestasi kerja pekerja itu sendiri yang berupa jaminan sosial, premi, dan bonus.
Imbalan finansial, yaitu berupa gaji yang diterimakan perbulan dan  diberikan secara rutin.
Penghargaan, seseorang mendapat penghargaan jika mempunyai  prestasi  yang disumbangkan untuk unit kerja misalnya sumbangan pengabdian, menyelamatkan sekolahan,  atau prestasi lain yang dirasakan bermanfaat bagi unit kerja, caranya bermacam-macam diberikan berupa uang, lencana penghargaan, piagam dan lain-lain.
Menurut Indriyo (1999), peran uang juga sebagai metode memotivasi prestasi dan ada tiga kondisi yang diperlukan dalam memotivasi prestasi seseorang antara lain:
  1. Pekerja harus memiliki keyakinan yang kuat prestasi yang baik akan menghasilkan pembayaran yang tinggi.
  2. Persepsi negatif tentang prestasi yang baik harus dihilangkan
  3. Harus diciptakan adanya suatu lingkungan bahwa prestasi juga berkaitan dengan imbalan yang lain di luar finansial, seperti penghargaan, pengakuan dan pengembangan karier.
            Keterkaitan dengan motivasi cara di atas, memerlukan kebijakan pimpinan dalam  menyikapi prestasi personal, staf dan semua karyawan yang terlibat dalam unit organisasi  tersebut. Pengelolaan seperti ini lebih mudah dilakukan di lingkungan swasta dibandingkan dilingkungan pemerintah..
          Pemberdayaan (empowerment) merupakan hal penting dan strategis untuk memperbaiki  dan meningkatkan kinerja organisasi baik organisasi yang bergerak dalam.kegiatan pernerintahan maupun organisasi yang bergerak dalam kegiatan wirausaha. Mengapa penting dan strategis karena pemberdayaan, dalam suatu organisasi adalah memberikan suport l seperti: unsur‑unsur dalam organisasi/manajemen, aspek‑aspek / komponen-komponen, organisasi atau manajemen, kompetensi, wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi/manajemen tersebut. Pemberdayaan dimaksudkan dalam hal ini adalah memberikan "daya" (energi atau power) yang lebih daripada sebelumnya, artinya dapat ditunjukkan dalam hal : tenaga, daya, kernampuan, kekuatan, peranan, wewenang dan tanggung jawab.
           Sebagai contoh dapat dilihat sebagai berikut:
Seorang wali murid  melapor kepada wali kelas tentang keluhan anaknya yang tidak mengerti tentang aljabar di kelas dua SMP Dalam kondisi yang seperti itu wali kelas bersilahturahmi ketempat wali murid, sambil menanyakan kesulitan yang dialami siswanya. Kemudian wali kelas tersebut memberikan solusi khusus bagi siswa tersebut.
           Dengan kondisi seperti itu wali murid tanpa menunggu perintah dari kepala sekolah dan langsung mempunyai inisiatif untuk melangkah demi kemajuan siswa.  Selanjutnya apa yang terjadi ? wali murid  tersebut sangat kaget, karena dalam waktu yang relatif pendek sang wali kelas mau berkunjung kerumahnya untuk meminta maaf secara langsung  sekaligus mau memberi penjelasan kepada anaknya. Hal ini menggambarkan pemberdayaan. di suatu organisasi, bahwa karyawan tersebut memiliki wewenang, inisiatif, tanggung jawab dan menggunakan potensinya guna menjaga kelangsungan organisasi. Ingat: wali murid adalah raja, maka dalam hal ini ,karyawan tersebut melebihi tugasnya, fungsinya sehari‑hari
          Apabila diperhatikan dari uraian tersebut diatas, maka konsep pemberdayaan sangat luas cakupannya dan sifatnya komprehensif dan saling terkait secara sinergis dalam rangka pencapaian, tujuan dan sasaran organisasi sebagaimana ditetapkan'.dan diharapkan.
E.                 Tujuan SDM dalam Islam
Tujuan Sumber Daya Manusia Tujuan Kemasyarakatan/sosial.
1.      Tujuan social manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat seraya meminimalkan dampak negatife tuntutan itu terhadap organisasi.[6]
2.      Tujuan Organisasional. Tujuan organisasional departemen sumber daya adalah sasaran (target) formal organisasi yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Departemen sumber daya manusia dibentuk untuk membantu para manajer mencapai tujuan organisasi.
3.      Tujuan Fungsional. Tujuan fungsional merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Departemen sumber daya manusia semakin dituntut menyediakan program-program rekrutmen, pelatihan, pengembangan yang inovatif serta menemukan pendekatan manajemen yang akan menahan dan memotivasi orang-orang terbaik.
4.      Tujuan Pribadi. Tujuan pribadi adalah tujuan dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi. JIka tujuan pribadi dan tujuan organisasi tidak cocok atau harmonis, karyawan barangkali memilih manarik diri dari perusahaan. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya manusia di perusahaan secara tidak langsung akan memengaruhi tujuan perusahaan tersebut. Semakin berkualitas karyawan yang direkrut dan semakin baik perlakuan perusahaan terhadap karyawan, perusahaan akan dapat mencapai tujuannya dalam mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
F.                 Model SDM dalam Islam
Terdapat enam paradigma (model) yang dapat digunakan untuk menyusun berbagai aktivitas MSDM. Setiap model MSDM memiliki peluang berkembang pesat atau mengalami kemunduran di masa depan. Adapun 6 macam model SDM adalah sebagai berikut:
     1.      Model Klerikal
Dalam model klerikal, fungsi utama departemen sumber daya manusia (DSDM) adalah membuat dan menyimpan laporan, data, catatan, dan melaksanakan tugas rutin. Peran DSDM dalam model ini sangat lemah karena kebijakan bergantung pada manajer senior dan bawahan (Simamora, 2006).
Model klerikal biasanya diterapkan pada perusahaan kecil dan tidak sesuai untuk perusahaan besar karena potensi SDM harus lebih dimaksimalkan. Kelemahan dari model klerikal yaitu tidak adanya dorongan terhadap peran DSDM dalam perencanaan strategik dan pembentukan kultur organisasi.  
     2.      Model Hukum
Dalam model hukum, DSDM mendapat kekuatan dari bidang hukum yang mengatur hubungan perburuhan, meliputi negosiasi kontrak, pengawasan, dan kepatuhan karyawan (Simamora, 2006). Untuk masa akan datang model hukum akan kurang berkembang karena berbagai hal, yaitu semakin melemahnya serikat pekerja, berkurangnya masalah ketenagakerjaan, berkurangnya campur tangan dari pemerintah, dan kondisi masyarakat yang mulai kondusif.[7]
Implikasi model hukum terhadap DSDM adalah bahwa dalam model ini DSDM berperan aktif terhadap masalah hukum dan aspek etis kultur organisasi
     3.      Model Finansial
Dalam model finansial, DSDM berperan penting untuk mengelola aspek finansial (biaya) perusahaan. Model finansial akan mencuat karena persaingan internasional yang menuntut adanya peningkatan produktivitas (Simamora, 2006). Dalam model ini, MSDM berperan untuk memberikan solusi pengelolaan biaya SDM yang efektif, namun tetap memberikan hasil yang memuaskan bagi perusahaan.
Kelemahan dari model finansial yaitu dari model ini DSDM terlibat dalam proses analisis biaya dari berbagai kultur organisasi, namun hanya sedikit memberikan masukan dalam penentuan arah strategik.
     4.      Model Manajerial
Model manajerial ini memiliki dua versi yaitu versi pertama, manajer sumber daya manusia memahami kerangka acuan kerja manajer lini yang berorientasi pada produktivitas. Versi kedua, manajer ini melaksanakan beberapa fungsi sumber daya manusia (Simamora, 2006). Departemen sumber daya manusia melatih manajer lini dalam keahlian yang diperlukan untuk menangani fungsi-fungsi kunci sumber daya manusia seperti pengangkatan, evaluasi kinerja dan pengembangan. Karyawan pada umumnya lebih senang berinteraksi dengan manajer mereka sendiri dibanding dengan pegawai staf, maka beberapa departemen sumber daya manusia dapat menunjukan manajer lini untuk berperan sebagai pelatih dan fasilitator (Ruchiat, 2003). Dalam model manajerial, DSDM berperan dalam pembuatan keputusan strategik secara dominan dalam kultur organisasi.

     5.      Model Humanistik
Dalam model humanistik, DSDM dibentuk untuk mengembangkan dan membantu pengembangan nilai dan potensi SDM di dalam organisasi.  Model humanistik menguat karena tekanan dari dua pihak,yaitu tekanan dari organisasi untuk memperoleh SDM yang kompeten dan tekanan dari masyarakat yang menyangkut kualitas kehidupan kerja, tingkat partisipasi, dan pertumbuhan karir mereka dalam perusahaan (Simamora, 2006).[8]
     6.      Model Ilmu Perilaku
Dalam model ilmu perilaku, pendekatan sains dapat diterapkan hampir semua persoalan SDM, meliputi teknik umpan balik, evaluasi, desain program, dan tujuan pelatihan, serta manajemen karir. Model ini dapat menjadi model MSDM yang dominan karena perubahan dalam manajer SDM dan manajer lini (Simamora, 2006).
Model ini memberikan DSDM peran untuk menyediakan data mengenai kekuatan dan kelemahan pokok personalia. Model ini juga berperan membuat instrument pengukur kultur organisasi secara lebih akurat kepada DSDM.

BAB
PENUTUP

Kesimpulan
            Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Empowerment of Human Resources) sebagai salah satu subyek pembelajaran dari Kajian Manajemen Publik dan sekaligus merupakan bagian dari Modul program Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III (Diklatpim Tk. III) yang sudah barang tentu subyek ini sangat signifikan untuk meningkatkan kinerja (performance) organisasi dan merupakan alat manajemen (tool of management) untuk mewujudkan sosok dan profesionalisme seseorang pimpinan pada jabatan struktural setingkat eselon III baik dalam organisasi publik maupun organisasi bisnis/swasta.
Memperhatikan adanya signifikansi Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dalam Islam dengan kinerja organisasi dan apabila dikaitkan dengan alokasi waktu untuk penyajian subyek ini, yang ditetapkan sebanyak 3 sesi (9 jam pelajaran), maka dalam Pendahuluan untuk subyek pembelajaran Pemberdayaan Sumber Daya Manusia ini perlu dicakup penyajian butir-butir penting yang secara singkat akan disajikan adalah : Konsep Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Perencanaan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Model dan Strategi Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. Dari konsep tersebut pada akhirnya akan diketengahkan Implementasi Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dalam Suatu Organisasi.








DAFTAR PUSTAKA
AL-Qur’an
Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta; PT Bumi Aksara, 2013
Kartasasmita, Membangun SDM Menghadapi Persaingan Antarbangsa Memasuki Abad Ke-21: Harapan pada HMI disampaikan pada HUT Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ke-50, makalah. (1997)., Jakarta.
Nata Abudin, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2003.
Mangkunegara. Anwar Prabu, Evaluasi Kinerja SDM , Bandung;  Refika Aditama, 2010.
Samsudin, Sadili. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung; Pustaka Setia, 2010
Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta; Bumi Aksara, 2003
Suhandana Anggan, Pendidikan Nasional Sebagai Instrumen Pengembangan SDM, Bandung: Mizan, 1997.





[1] Hasibuan Malayu SP. Manajemen SDM (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013) ,118
[2] Ibid… 120
[3] Kartasasmita.Pemberdayaan Masyarakat. (Jakarta : Reneka Cipta, 1997) , 23.
[4] Suhandana Anggan, Pendidikan Nasional Sebagai Instrumen Pengembangan SDM, Bandung: Mizan, 1997. 67

[5] Nata Abudin, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2003. 17
[6] Wukir Manajemen Sumberdaya Manusia dalam Organisasi Sekolah (Yogyakarta: Multi Presido, 2003), 70
[7] Samsudin, Sadili. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung; Pustaka Setia, 2010. 84
[8] Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta; Bumi Aksara, 2003. 36